Cinta Satu Malam
Sejak bercerai dengan suamiku, aku tinggal di
sebuah rumah kos tak jauh dari tempat aku bekerja, karena ketika menikah
aku belum punya rumah sendiri. Begitupun anak, aku tidak punya. Waktu
itu usiaku 32 tahun.
Perceraian itu sangat menyakitkan karena
suamiku berselingkuh dengan mantan pacarnya waktu SMP. Mereka bertemu
dalam sebuah seminar dan lalu mulai saling kontak hingga akhirnya ke
tempat tidur. Hubungan mereka berjalan hampir dua tahun ketika
perselingkuhan mereka dipergoki oleh suami selingkuhannya.
Selingkuhannya dicerai oleh suaminya, sedangkan suami dipecat dari
pekerjaannya.
Gara-gara perceraian itu aku berhenti dari
pekerjaanku dan melanglang ke beberapa kota untuk menenangkan diri. Di
sebuah kota, sebut saja kota Y, aku sempat bekerja beberapa bulan, tapi
kemudian mengundurkan diri untuk mencari pengalaman baru di kota lain
lagi.
Di kota Z, aku di terima bekerja di sebuah perusahaan
swasta terkemuka. Baru 3 bulan aku bekerja, aku diperintahkan untuk
menjadi wakil manager cabang di kota X, yang artinya aku harus kembali
ke kota di mana mbak Ina (nama samaran) kakak kandungku tinggal bersama
keluarganya.
Berat rasanya harus kembali ke kota X yang penuh
kenangan buruk kehidupan perkawinanku. Tapi karena aku merasa nyaman
bekerja di perusahaan itu, di samping gajinya jauh lebih besar daripada
gaji yang kuterima sebelumnya, akupun menguatkan hati untuk menerima
tugas itu. Selain itu juga karena ada mbak Ina.
Seperti halnya
aku, mbak Ina juga pendatang di kota X ini. Hanya saja ia lebih dulu
tinggal di sini sejak mas Jamal dapat tawaran kerja baru dengan gaji dan
fasilitas yang lebih baik dari pada sebelumnya. Mbak Ina jugalah yang
membantuku mengurus perceraianku, karena sejak suamiku kepergok
selingkuh, aku langsung pergi dari rumah kontrakan yang kutinggali
bersama mantan suamiku untuk kemudian menetap sementara di kota Y.
Sejak
mulai bekerja di kota X lagi sebenarnya aku punya cukup banyak
“penggemar” dalam arti laki-laki yang mendekatiku. Tapi aku masih trauma
dengan kejadian di masa lalu, walaupun ada salah satu dari mereka yang
menarik hatiku dan hubungan kami sudah cukup dekat, namun aku belum
berani memutuskan untuk menerima cintanya. Dia adalah seorang duda
beranak satu dan mempunyai kedudukan mapan di sebuah instansi
pemerintah. Sebut saja namanya Adit, umurnya sekitar 40 tahunan.
Suatu
hari mbak Ina mendatangiku di kantor dan minta tolong padaku untuk
menjaga anak-anaknya, karena mas Jamal (suami mbak Ina), sebut saja
begitu, tidak bisa cuti, bahkan harus kerja lembur hingga larut malam
mengawasi proyek yang harus dikebut. Sementara mbak Ina sendiri
mengikuti acara keagamaan bersama rombongan ibu-ibu warga kampungnya ke
luar kota dan baru pulang esok harinya.
Jadilah hari itu aku cuti kerja untuk menjaga anak-anak mbak Ina.
Bagiku, rumah mbak Ina sudah seperti rumahku sendiri karena aku sudah
terbiasa menginap di situ saat libur. Lagipula, pasca cerai aku sempat
tinggal di rumah mbak Ina selama hampir 1 bulan sebelum aku mendapatkan
tempat kos yang cocok.
Tak heran kalau anak-anak mbak Ina cukup
dekat denganku dan aku sangat sayang pada mereka. Anak mbak Ina yang
pertama, Ika (nama samaran), sudah kelas 5 SD, sedangkan yang kedua, Oki
(nama samaran), masih 2 tahun. Bagiku mereka sudah kuanggap seperti
anakku sendiri karena aku tidak punya anak.
Jika menginap di
rumah mbak Ina, aku biasanya tidur di kamar Ika, walaupun ada satu kamar
kosong yang sengaja disediakan jika ada kerabat yang datang menginap di
situ. Karena Oki masih kecil, ia tidur bersama mbak Ina dan Mas Jamal.
Kadang
aku iri melihat kebahagiaan rumah tangga mbak Ina. Ia sungguh
beruntung. Suaminya baik, anak-anaknya pun cakep-cakep dan sehat. Aku
hanya bisa menatap pilu saat mereka berkumpu bersama dan bersenda-gurau.
Hari
itu aku tak berencana untuk menginap, karena kupikir mas Jamal lembur
tidak sampai larut malam. Jadi bila mas Jamal datang, aku bisa pulang ke
rumah kosku. Tapi saat Oki minta ditemani tidur jam 8 malam mas Jamal
tak kunjung pulang. Hujan pun turun cukup deras waktu itu. Aku
menidurkan Oki di kamar mbak Ina, sedangkan Ika sedang sibuk mengerjakan
PR. Saat menidurkan Oki itulah aku kemudian ketiduran juga.
Tiba-tiba
dalam tidurku aku merasakan nikmat yang sudah lama tak pernah
kurasakan. Aku tak kuasa membuka mataku. Apalagi kamar dalam keadaan
remang-remang dan udara dingin dari AC di kamar, kukira aku sedang
bermimpi.
Dalam mimpiku, seorang laki-laki memainkan
bagian bawah tubuhku dengan lidahnya. Cukup lama ia melakukan itu hingga
membuatku tubuhku menggelinjang dan tanpa sadar kubuka lebar kedua
kakiku agar laki-laki itu makin leluasa memberiku kenikmatan.
Aku
baru membuka mataku lebar-lebar saat kurasakan sesuatu menghunjam
bagian sensitif tubuhku. Dalam keremangan samar-samar kulihat seorang
laki-laki yang sudah sangat kukenal sosoknya menindihku pelan sambil
menggoyangkan pinggulnya. Ya, mas Jamal laki-laki itu. Ia tak mengenakan
sehelai bajupun. Aku tersentak kaget bukan kepalang. Aku tak menduga
kalau ia bakal melakukan itu padaku.
Secara spontan aku meronta
dan mencoba mendorong tubuhnya agar ia menghentikan perbuatannya saat ia
mencumbui leher dan dadaku. Tapi entah kenapa aku seperti tak punya
daya. Justru saat meronta itu aku merasakan kenikmatan yang spontan
membuatku mendesah. Nalarku seolah berada di persimpangan, antara marah
dan hasrat yang meletup-letup akibat sensasi nikmat yang kurasakan saat
aku masih setengah sadar tadi.
Meski mulutku tak henti-hentinya mengatakan “Jangan, mas” atau “Sudah,
mas”, tapi kenyataannya batinku berharap sebaliknya. Akal sehatku sudah
lebur dalam panasnya api birahi seiring dengan goyangan tubuh mas Jamal
di atasku yang makin cepat hingga ranjang tempat kami bergumul
berguncang keras.
Aku hampir mencapai klimaks ketika tiba-tiba
mas Jamal menghentikan aksinya. Aku hanya memandangnya dengan tatapan
kosong saat mas Jamal mencabutnya lalu turun dari ranjang. Kupikir ia
sudah selesai, padahal kulihat miliknya masih berdiri tegak. Ternyata ia
mengambil kasur lipat di bawah ranjang lalu menggelarnya di lantai.
Tampaknya ia khawatir guncangan di ranjang akan membuat si kecil
terbangun, sehingga segera mengambil keputusan untuk pindah arena.
Dan
ketika mas Jamal mengulurkan tangannya sebagai isyarat agar aku pindah
ke kasur lipat dan memintaku untuk pindah posisi di atas sambil kedua
tangannya melucuti dasterku, aku menurut saja seperti kerbau dicocok
hidungnya. Bahkan aku membantunya mengepaskan miliknya agar bisa segera
masuk.
Karena leluasa bergerak, aku jadi makin kehilangan kontrol
dan entah sadar atau tidak tubuhku makin kencang bergoyang di atas
tubuh mas Jamal, sementara jemari tangannya menjelajahi setiap jengkal
tubuhku, termasuk meremas dadaku dengan penuh gairah.
Kemudian
mas Jamal duduk dengan tubuhku masih di atasnya dan lidahnya yang hangat
langsung menjelajahi dan sesekali menghisap dadaku secara bergantian.
Meski begitu aku tak bisa menghentikan gerakan tubuhku karena aku
merasakan hentakan birahi yang kian memuncak.
Aku memekik
tertahan dan tubuhku meregang manakala kucapai klimaks. Aku memperlambat
goyanganku agar bisa menikmati orgasmeku, tapi mas Jamal kembali
berbaring terus menggoyang tubuhnya sambil menaik-turunkan bokongku. Mau
tak mau, aku pun mengikuti irama yang dibuat mas Jamal.
Walau
letih telah mendera, tapi aku masih ingin mereguk lebih banyak lagi.
Kurebahkan tubuhku di dada mas Jamal yang bidang dan berbulu lembut,
lalu kupagut bibirnya dengan penuh nafsu saat puncak kenikmatan kembali
tumpah ruah memenuhi sekujur tubuhku.
Setelah puas saling pagut,
mas Jamal memintaku untuk mengambil posisi nungging agar ia bisa
melanjutkan hunjamannya dari belakang. Mula-mula ia melakukan
pelan-pelan dan makin lama makin cepat. Kenikmatan yang luar biasa
kembali merasukiku dan aku tak kuasa untuk tak memekik saat puncak
kepuasan mengoyakku untuk ke sekian kali.
Begitu kurebahkan
tubuhku, mas Jamal langsung menancapkan kelelakiannya padaku yang sudah
sangat basah. Kali ia menyerangku dengan hunjaman cepat tapi teratur.
Kudengar desah dan nafasnya makin memburu pertanda ia hendak mencapai
puncak kenikmatan. Gairahku pun kembali meletup-letup. Kedua tanganku
merengkuh bokongnya, mengikuti irama guncangannya sambil sesekali
mendorongnya agar melesak lebih dalam.
Dan malam itu aku membuktikan satu hal, bahwa mas Jamal adalah seorang laki-laki sempurna. Ia tak Cuma baik dan dermawan. Mas Jamal juga seorang laki-laki yang sangat menyayangi keluarganya. Ia juga pekerja keras. Selain itu, ia perkasa di ranjang. Jika kuhitung-hitung, mungkin sekitar 4 atau 5 kali orgasme kurasakan saat mas Jamal memuntahkan lahar panasnya ke perut hingga dadaku disertai erangan panjang. Mungkin itu karena kegemarannya bermain voli dan futsal hingga membuat nafasnya begitu kuat. Apalagi ia tidak merokok.
Aku terkapar dengan nafas tersengal dan saat itulah akal sehatku kembali muncul. Terbayang di benakku wajah mbak Ina hingga membuatku merasa bersalah. Aku juga malu pada mas Jamal, karena tadi menolak, belakangan justru pasrah saja disuruh gaya macam-macam. Jangan-jangan, setelah kejadian itu ia menganggapku perempuan murahan, pikirku saat itu. Tak terasa, air mataku pun menitik.
Waktu mas Jamal hendak memelukku, aku spontan membalikkan tubuh memunggunginya. Tak kupedulikan cairan hangat di tubuhku mengalir ke kasur. Mas Jamal tampaknya tahu gejolak perasaanku. Dengan lembut dipeluknya tubuhku dari belakang, diciuminya rambutku, sambil menanyakan apakah aku menyesal melakukan itu. Aku mengangguk lemah di sela isakanku. Kembali ia berbisik, kalau ia khilaf dan meminta maaf padaku.
Kemudian, sambil berbaring memelukku, mas Jamal cerita, ketika pulang lembur sekitar jam 1 malam, ia melihatku tertidur di samping Oki dengan dasterku sedikit tersingkap. Tadinya ia ingin membenahi dasterku, tapi ketika tangannya terjulur ke arahku, aku beringsut menghadap ke arahnya hingga membuat dasterku makin tersingkap. Celana dalam hitam yang kukenakan membuat kelelakiannya tergugah.
Apalagi, katanya, aku tidur agak sedikit mengangkang. Ia yang baru mandi dan masih bersarung handuk tak kuasa menahan birahinya. Itulah sebabnya kemudian ia nekad meraba lalu menciumi bagian bawah tubuhku dan karena aku tak menunjukkan tanda-tanda terbangun, pelan-pelan ia melepas celana dalamku dan mulai memainkan lidahnya di sana.
Ia makin bernafsu karena mendengarku mendesah. Mas Jamal mengira aku senang dengan apa yang dilakukannya padaku.artikel cinta
Kenikmatan yang kukira mimpi itu ternyata benar-benar terjadi dan birahiku sudah terlanjur bergolak untuk menolaknya.
Sejak kejadian itu aku selalu dihinggapi perasaan bersalah setiap kali bertemu mbak Ina. Aku telah mengkhianati kepercayaannya dengan menyerahkan tubuhku kepada mas Jamal meski aku tak pernah merencanakan atau membayangkan sebelumnya. Namun di sisi lain, dalam kesendirianku kerap muncul bayang-bayang pergumulanku dengannya hingga membuat perasaanku pada mas Jamal campur aduk, antara benci dan rindu.
Dua hal itu bagaikan dua sisi mata uang yang selalu menghantui benakku. Hati kecilku tak dapat memungkiri, bahwa kebutuhan biologisku yang telah lama tak tersalurkan terbayar lunas oleh mas Jamal malam itu.
Tapi aku tak mau larut dalam dualisme perasaan itu. Bagaimanapun aku tak mungkin memiliki mas Jamal. Aku mulai membuka diri pada mas Adit. Ia sangat baik, sabar dan penuh perhatian. Lagipula anak laki-laki semata wayangnya yang berusia 13 tahun maupun kedua orang tua mas Adit menerima kehadiranku di tengah-tengah mereka. Itulah sebabnya aku tak menampik ketika ia nyatakan ingin melamarku.
Aku menikah dengan mas Adit tepat delapan bulan sejak “cinta satu malam”ku bersama mas Jamal terjadi. Dengan mas Adit aku mendapatkan 1 anak perempuan dan saat ini aku sedang hamil lagi.
Tak banyak yang jadi harapanku selain bahwa rumah tangga keduaku ini akan mampu bertahan hingga akhir hayatku, walau dengan membawa kenangan “dosa terindah” sebagai salah satu “noda” dalam perjalanan hidupku.
(chord satu,foto hot melinda, cinta j, paula suarez model, melinda dangdut, kekasih cristiano ronald)